Di mana Batas Kesabaran

Oleh: Sonny Wibisono *

”Walaupun seseorang dapat mengalahkan ribuan musuh dalam pertempuran, tapi sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat mengalahkan dirinya sendiri.” 
-- Buddha

SEMINGGU yang lalu saya bertemu dengan seorang teman. Dalam pertemuan sore hari di sebuah kedai kopi di bilangan Jakarta Selatan, ia menumpahkan unek-uneknya. Artikel yang dia kirimkan ke sejumlah media, tak jua muncul. Padahal, seperti diuraikan olehnya, ia sudah mengirimkan artikel tersebut ke tujuh media cetak. Hasilnya sama, artikelnya tidak dimuat. Ah, ini pengalaman saya beberapa tahun silam. Saya katakan kepadanya, bahwa sekitar tahun 2000-an, artikel pertama saya yang saya buat ditolak oleh lebih dari 8 media cetak. Setelah dilakukan perbaikan di sana-sini, artikel tersebut akhirnya muncul juga di satu media cetak. Saya mencoba untuk memberinya semangat. Saya katakan padanya artikel tersebut perlu diperbaiki. Dengan memasukkan isu hangat agar up to date. Dia telah melakukan itu semua. Dengan setengah frustrasi, dia berujar bahwa kesabaran ada batasnya. Dia menggugat, “mau sampai kapan artikel tersebut harus dikirim?” 

Sang teman nampaknya telah lelah. Tapi, kisah tentang John Grisham bolehlah disimak. Grisham adalah penulis novel terlaris era 1990-an. Novel pertamanya yang berjudul “A Time To Kill”, ditulis pada 1984 dan selesai 3 tahun kemudian. Saat ia menulis novel tersebut, Grisham masih menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Mississippi. Dia berprofesi pula sebagai pengacara. Tahun 1990, ia melepaskan jabatannya sebagai anggota dewan. Nama besar sebagai anggota dewan dan pengacara ternyata tak menjamin bahwa novel pertamanya diminati oleh penerbit. Coba tebak, sampai berapa kali novel pertamanya harus ditawarkan ke penerbit? Tak kurang dari 16 agen dan lebih dari 30 penerbitan menolak novel pertama Grisham. 

Novelnya tersebut akhirnya dibeli juga oleh satu penerbit, Wynwood Press. Dicetak sebanyak 5 ribu eksemplar dan terbit bulan Juni 1988. Novel ini disambut adem ayem oleh para pembaca di negeri Paman Sam. Walau Grisham sendiri telah membeli 1000 kopi untuk ia jual sendiri dengan berkeliling ke daerah Selatan Amerika, tapi novel pertama Grisham dipasaran dapat dikatakan tidaklah sukses.

Menyerahkah Grisham menulis novel? Tidak. Ia kemudian melanjutkan menulis novel keduanya, ‘The Firm’. Grisham tetap konsisten dengan aturan yang ia buat sendiri. Setiap pagi dirinya harus bangun jam lima pagi dan menyempatkan untuk menulis selama satu jam. Setelah selesai dengan novel keduanya ini, ia kembali menawarkan pada penerbit yang sama. Tetapi Grisham kaget bukan kepalang, karena novelnya dibeli seharga 600 ribu US dolar, bukan oleh penerbitnya, tapi oleh Paramount Pictures. Pihak Paramount Pictures yakin bahwa film yang diangkat dari novel ‘The Firm’ akan sukses bila dibintangi oleh pemain sekaliber Tom Cruise. Tentu saja perjanjian yang melibatkan uang dalam jumlah besar membuat banyak pihak dan para penerbit yang tadinya menolak karya Grisham mau tak mau menoleh kembali. Begitulah kisah Grisham di awal ketika ia pertama kali menulis novel. 

Balik kembali ke pertanyaan: di mana batas kesabaran sesungguhnya? Saya ingin bertanya, bila Anda ingin menegaskan kembali pernyataan Anda kepada lawan bicara Anda, berapa kali Anda perlu mengulang. Dua kali? tiga kali? atau lima kali? Saya menduga, bila Anda mengulang hingga lima kali, Anda akan merasa jengkel dibuatnya. 

Sabar merupakan kata yang berulang kali disampaikan oleh Allah SWT di dalam al-Qur’an, Dia menyinggung masalah kesabaran ini di sekitar tujuh puluh tempat. Hal ini untuk menegaskan betapa pentingnya arti kesabaran bagi manusia. Situs Sabda Alkitab (http://alkitab. sabda.org) menyebutkan bahwa dalam Injil setidaknya terdapat 51 ayat yang berkaitan dengan sabar. Sedangkan Toni Yoyo dalam artikelnya, "Sabar? Yes!" menjelaskan bahwa dalam Dhammapada Bait 184, Sang Buddha mengatakan, ”Kesabaran adalah praktek bertapa atau pengendalian diri yang terbaik. Nibbana (Nirwana) adalah yang tertinggi. Begitulah sabda Para Buddha. Dia yang masih menyakiti dan menganiaya orang lain sesungguhnya bukanlah seorang pertapa (samana).” Dalam Agama Hindu, sikap sabar dijabarkan begitu luhurnya dalam ajaran Panca Yama Brata. Sikap sabar menjadi landasan spiritual di dalam memandang masalah yang dihadapi. Orang yang sabar lebih banyak mendapatkan berkah dari yang tidak sabar. Demikian dijelaskan dalam artikel 'Melatih Diri Menjadi Lebih Sabar' yang ditulis oleh Putu Sumardhaya.

Itulah mengapa dalam setiap agama, diajarkan bahwa sabar merupakan kata kunci dalam menjalani hidup ini. Jelaslah, bahwa sesungguhnya tak ada istilah, “sabar itu ada batasnya” atau “kesabaran saya sudah habis!”. Orang yang tabah dalam menghadapi segala kesulitan akan dianugerahi kesabaran yang sempurna. Semoga saja.(180110)

*) Sonny Wibisono, penulis buku 'Message of Monday', PT Elex Media Komputindo, 2009 





Jika menurut sobat artikel ini bermanfaat, silahkan vote ke Lintas Berita agar artikel ini bisa di baca oleh orang lain.


Share |


Artikel Terkait:

Comments :

0 komentar to “Di mana Batas Kesabaran”


Posting Komentar