Sosok Hee Ah Lee



Tuti sedih sekali. Target penjualan bulan lalu tidak tercapai. 
Masalahnya, Tuti baru diangkat sebagai manajer pemasaran. Bulan lalu 
adalah bulan pertama dia menjabat sebagai manajer. 

Hasil penjualan bulan lalu adalah hasil kerjanya yang pertama. Waktu 
awal bulan, Tuti sangat optimistis. Tapi ternyata setelah dijalani, 
aduh beratnya. Sulitnya bukan main. Banyak pelanggan yang 
kelihatannya pasti akan dapat membantu meningkatkan penjualan, 
ternyata hingga akhir bulan belum ada realisasi. Gagal! 

Bulan kedua ini memang sempat dimulai dengan optimisme tinggi. Tapi, 
hingga sekarang belum tampak ada tanda-tanda peningkatan penjualan 
yang signifikan. Tuti jadi malu. Dia juga mulai meragukan 
kemampuannya sendiri dalam memimpin. Jangan-jangan dia tidak berbakat 
sebagai pemimpin. Jangan-jangan dia tidak memiliki bakat menjual. 
Jangan-jangan dia memang tidak mampu bekerja di bidang ini. 

Dalam kondisi perasaan yang campur aduk antara putus asa, marah pada 
dirinya sendiri, dan marah kepada semua orang, Tuti teringat Hee Ah 
Lee. Jumat pekan lalu, kisah hidup dan konser tunggal Hee Ah Lee di 
Balai Kartini, Jakarta, ditayangkan di Metro TV. 

Hee Ah Lee adalah seorang gadis Korea Selatan berumur 22 tahun, 
pianis dunia yang terkenal, yang sering berkeliling dunia untuk 
mengadakan konser piano. Dia bahkan pernah bermain piano di Gedung 
Putih. 

Sebelum lahir, orangtuanya telah diberitahu bahwa anaknya akan lahir 
cacat. Bahkan ada sanak keluarga yang menyarankan agar mereka 
langsung mengirimkan anaknya tersebut ke panti asuhan segera setelah 
lahir. 

Hee Ah Lee lahir dengan kedua tangan menderita lobster claw syndrom 
di mana masing-masing tangannya hanya memiliki dua jari yang 
bentuknya mirip capit udang. Selain itu, kedua kakinya hanya sampai 
batas lutut. Yang lebih menyedihkan, Hee Ah Lee juga mengalami 
keterbelakangan mental. Benar-benar lengkaplah penderitaannya. Tapi 
pasangan suami-istri ini melihat anaknya sebagai anugerah Tuhan. 
Mereka merawatnya dengan penuh kasih sayang. 

Pada usia enam tahun, Hee Ah Lee belum bisa memegang pensil. Untuk 
menguatkan otot tangan dan kakinya, serta untuk melatih gerakan 
motorik tangan dan kakinya, maka dokter menganjurkan agar Hee Ah Lee 
bermain piano. Tak disangka-sangka, keterampilan bermain piano ini 
ternyata nantinya akan membuka jendela dunia bagi Hee Ah Lee. 

Meskipun melalui perjuangan berat dan air mata, Hee Ah Lee berlatih 
piano setiap hari. Kadang-kadang untuk memainkan sebuah lagu, dia 
memerlukan waktu satu tahun. Malah untuk memainkan salah satu karya 
Chopin, dia berlatih sekitar lima sampai sepuluh jam setiap hari 
selama lima tahun. Untuk satu buah lagu! 

Ketika Tuti melihat konser Hee Ah Lee di televisi, dia menangis 
karena terharu. Kagum sekali melihat Hee Ah Lee yang begitu percaya 
diri. Tidak malu dengan kekurangannya. Hee Ah Lee yang tingginya 
hanya 104 cm ternyata berjalan sendiri dipanggung dan berbicara 
kepada para penonton dengan penuh percaya diri. 

Padahal kalau dipikir-pikir, Hee Ah Lee memiliki alasan yang sangat 
kuat untuk gagal. Orang yang berjari 10 saja masih sulit belajar 
piano, eh, dia hanya berjari empat. Orang lain memiliki kaki yang 
sehat dan kuat untuk menginjak pedal piano, eh, dia kakinya hanya 
sebatas lutut. Orang lain memiliki kecerdasan sesuai dengan usianya, 
eh, dia menderita keterbelakangan mental. Aduuh! 

Tuti merasa malu terhadap dirinya sendiri. Selama ini Tuti sering 
merasa rendah diri. Apalagi sekarang, saat hasil kerjanya sedang 
sangat mengecewakan. Tuti merasa kurang pintar, tidak mampu bekerja 
dengan baik, tidak berbakat di bidang penjualan, dan tidak mampu 
memimpin dengan baik. Tapi melihat Hee Ah Lee, Tuti tidak bisa 
berkata apa-apa lagi. 

Berusaha mandiri 

Guru piano pertama Hee Ah Lee selalu memperlakukannya dengan keras. 
Beliau selalu berkata "Jangan bersikap seperti orang cacat. Tapi 
bermain lah seperti orang normal." Hee Ah Lee berusaha mandiri dalam 
segala hal. Berjalan, belanja, mandi, keramas, dan sebagainya. Hee Ah 
Lee yang fisik dan mentalnya kurang sempurna telah membuktikan bahwa 
dia bisa bangkit, berjuang, dan menang. Mengalahkan semua 
kekurangannya dan mengubah hidupnya. 

Ketika masuk kantor, Tuti segera mengajak semua anggota timnya untuk 
rapat. Dia mengajak semua orang mencari peluang lain apa yang bisa 
dilakukan untuk meningkatkan penjualan. Dalam rapat tersebut salah 
seorang mengusulkan untuk mencoba menawarkan produknya kepada 
perusahaan-perusaha an yang selama ini mereka hindari berdasarkan 
asumsi bahwa perusahaan tersebut tidak memakai produknya. Tuti 
setuju. Apa salahnya dicoba? 

Ternyata tiga hari kemudian, perkembangan baik sudah mulai terlihat. 
Dua dari perusahaan yang selama ini tidak pernah ditawari, ternyata 
tertarik dengan produk mereka. Bahkan, pembicaraan sudah cukup jauh, 
90% pasti jadi, padahal baru dua hari. Asal mau berusaha keras, 
meskipun tampaknya mustahil, pasti ada jalan! Hee Ah Lee sudah 
membuktikan. Never give up! You can do it! 

Sumber: Sosok Hee Ah Lee oleh Lisa Nuryanti, Motivator dan Director 
Expands Consulting & Training Specialist






Jika menurut sobat artikel ini bermanfaat, silahkan vote ke Lintas Berita agar artikel ini bisa di baca oleh orang lain.


Share |


Artikel Terkait:

Comments :

0 komentar to “Sosok Hee Ah Lee”


Posting Komentar