Seberapa Akurat Diagnosa Dokter Google?


INILAH.COM, Jakarta - Dokter memperingatkan konsekuensi berbahaya terkait pencarian informasi kesehatan via Google (googling). Dikhawatirkan, masyarakat salah diagnosa atau takut yang berlebihan.
Survei internasional yang dilakukan penyedia asuransi kesehatan Bupa mencakup lebih dari 12 ribu orang di seluruh dunia. Secara global, 68% dari responden menggunakan internet untuk mencari informasi obat dan 47% di antaranya membuat diagnosis amatir untuk dirinya sendiri.
Tambahan, lebih dari 80% warga Australia memanfaatkan internet untuk mencari tahu masalah kesehatan. Selain itu, 70% dari koresponden Australia mencari informasi mengenai obat-obatan.
Berdasarkan studi ini, banyak masyarakat setelah mengecek informasi kesehatan di internet, mengaku ke dokter bahwa mereka mereka mengalami masalah besar, padahal tidak. Di sisi lain, banyak pihak pula yang menyepelekan kesehatan mereka setelah cek internet.
Dr. Brian Morton, mantan presiden Australian Medical Association (AMA) sekaligus petinggi Council of General Practice mengatakan telah melihat seorang pria yang memiliki gejala arteritis temporal (peradangan dan kerusakan pembuluh darah yang memasok darah ke otak). Kondisi ini dapat menyebabkan kebutaan.
Namun, pria berusia 70 tahun itu mengaku sering mengecek di mesin pencari seperti Google mengenai keluhan di tubuhnya yaitu nyeri dan sakit di rahang saat mengunyah. Ia mengklaim dirinya terkena efek samping Lipitor, obat populer untuk mengurangi kolesterol.
“Dia pikir yang harus dilakukan hanyalah menghentikan konsumsi obat penurun kolesterol,” kata Morton menyayangkan. Bahkan, pria itu juga menggunakan mesin pencari untuk mencari tahu obat yang diberikan Morton dan berusaha menebak pengobatan selanjutnya.
“Ada potensi bagi Dokter Google dan masyarakat menyebabkan bencana,” tegas Morton. Morton juga sering menemukan orang tua yang menanyakan keamanan pemesanan obat disfungsi ereksi dari internet. Kecenderungan penjualan obat online adalah labelisasi obat ‘alami’ dengan jaminan bahwa produk tersebut sama seperti mengkonsumsi buah.
Wakil Presiden Australian Medical Association (AMA) Dr. Steve Hambleton mengatakan ‘ledakan informasi’ di internet telah menelurkan banyak nasihat medis sekaligus penambahan informasi yang salah.
“Data lebih dari 50% masyarakat melakukan diagnosis sendiri merupakan angka yang benar-benar mengganggu. Perlu disadari, Anda butuh seseorang dengan pengalaman yang lebih luas untuk melihat parameter medis secara keseluruhan,” tegas Hambleton. Itu sebabnya seorang dokter tidak diperbolehkan praktik mandiri sebelum mengikuti pelatihan setidaknya 10 tahun.
Contoh sederhananya, sakit kepala bisa menjadi gejala dari tumor otak. Namun, sebagian besar orang yang sakit kepala tidak memiliki tumor otak. “Kami terkadang menghabiskan waktu untuk meyakinkan seseorang bahwa mereka tidak memiliki sesuatu untuk dikhawatirkan,” kata Hambleton lagi.
Di sisi lain, butuh waktu yang lama pula untuk menunjukkan seberapa parah penyakit seseorang yang sebelumnya sudah cek keadaannya sendiri. Survei Bupa menunjukkan beberapa contoh.
Kram perut bisa menjadi gangguan pencernaan, radang usus buntu ataupun penyakit jantung. Sedangkan sakit telinga bisa berarti flu, infeksi telinga atau gangguan otak. Hambleton menegaskan situs universitas, jurnal medis dan situs kesehatan milik pemerintah ataupun organisasi tertentu kini mulai mengkhususkan diri untuk penyakit tertentu. 





Jika menurut sobat artikel ini bermanfaat, silahkan vote ke Lintas Berita agar artikel ini bisa di baca oleh orang lain.


Share |


Artikel Terkait:

Comments :

0 komentar to “Seberapa Akurat Diagnosa Dokter Google?”


Posting Komentar