The Nature of Beliefs



"The starting point for a better world is the belief that it is 
possible."

~ Norman Cousins

Sudah sangat banyak artikel yang ditulis mengenai belief atau 
kepercayaan. Saya juga sudah sangat sering menyinggung mengenai 
belief dalam berbagai artikel saya. Namun, semakin saya mempelajari 
belief semakin banyak hal baru saya temukan dan semakin banyak 
insight yang saya dapat. 

Apakah sebenarnya belief? 

Kamus elektronika Encarta mendefiniskan belief/kepercayaan sebagai:
- acceptance of truth of something: acceptance by the mind that 
something is true or real, often underpinned by an emotional or 
spiritual sense of certainty (penerimaan kebenaran akan sesuatu: 
penerimaan oleh pikiran bahwa sesuatu adalah benar atau nyata, 
sering kali didasari oleh perasaan pasti yang bersifat emosional 
atau spiritual)
- trust: confidence that somebody or something is good or will be 
effective (percaya: keyakinan bahwa seseorang atau sesuatu adalah 
baik atau akan efektif)
- something that somebody believes in: a statement, principle, or 
doctrine that a person or group accepts as true (sesuatu yang orang 
percaya: pernyataan, prinsip, atau doktrin yang seseorang atau 
seklompok orang terima sebagai hal yang benar)
- opinion: an opinion, especially a firm and considered one 
(pendapat: sebuah pendapat, khususnya yang kokoh dan telah 
dipertimbangkan)
- religious faith: faith in God or in a religion's gods (keyakinan 
agama: kepercayaan/ iman terhadap Tuhan atau terhadap para dewa/i)

Sejalan dengan definisi di atas maka belief adalah ide yang kita 
yakini kebenarannya dan kita tidak lagi mempertanyakan kebenaran 
dari ide tersebut, padahal belum tentu ide ini benar-benar-
benar/valid. Belief adalah program pikiran yang aktif dan bekerja di 
latar belakang komputer mental/pikiran, bergerak di antara pikiran 
sadar dan pikiran bawah sadar kita. Setiap belief merupakan 
ringkasan atau kesimpulan, yang dulunya dibuat oleh pikiran sadar, 
terhadap suatu pengalaman dari kejadian di masa lalu. Ringkasan atau 
kesimpulan ini adalah generalisasi terhadap suatu situasi tertentu, 
cara untuk mencapai atau menghindari sesuatu. Setiap 
beliefmemberikan short cut atau "instruksi jalan pintas" bagaimana 
kita harus bersikap, bertindak, dan berperilaku.

Beberapa dari belief kita sangat bermanfaat, konstruktif, suportif, 
dan membawa kita semakin dekat dengan apa yang kita inginkan dalam 
hidup. Ada juga belief yang sudah "ketinggalan jaman", sudah nggak 
mode lagi, sudah kuno dan menghambat perjalanan kita dalam mencapai 
impian. Untuk belief seperti ini kita perlu segera memodifikasi, 
merekonstruksi, atau bahkan menggantinya dengan belief baru. Hal 
senada dengan lugas dikatakan oleh Richard Bishop, "The art of 
living deliberately is the art of examining this vast storehouse of 
beliefs, dropping the out-moded ones, consciously choosing those 
that serve your goals, and carefully crafting new ones in greatest 
alignment with your desires". (Seni hidup dengan tujuan yang jelas 
adalah seni memeriksa gudang besar belief, membuang yang kuno, 
secara sadar memilih yang mendukung pencapaian tujuan-tujuan anda, 
dan secara hati-hati mengukir belief baru yang sejalan dengan impian 
anda).

Memahami belief system akan memudahkan dan memberdayakan kita 
untuk "melihat", menganalisis, dan mengganti belief yang tidak 
mendukung. Sebaliknya kita juga dapat semakin memperkuat dan 
memanfaat belief yang mendukung keberhasilan kita. Belief menentukan 
realita kita seperti yang dikatakan oleh Roy Blount, Jr., "It's my 
belief that sanity lies in realizing that reality is not exactly 
what we had in mind" (Saya percaya bahwa kewarasan adalah dengan 
menyadari bahwa realitas tidak persis sama dengan apa yang ada di 
pikiran kita).

Pakar NLP Robert Dilts mengatakan bahwa belief mempunyai tiga bentuk:
• sebagai generalisasi relasi di antara pengalaman
• sebagai generalisasi makna
• sebagai generalisasi batasan/limit

Dalam setiap kondisi faktor utamanya adalah generalisasi. 
Generalisasi berasal dari kata generalization yang berarti "a 
statement presented as a general truth but based on limited or 
incomplete evidence" atau "sebuah pernyataan yang dipandang sebagai 
kebenaran umum tetapi hanya berdasar pada bukti yang terbatas atau 
tidak lengkap". 

Untuk lebih mudahnya generalisasi dapat dipandang sebagai suatu 
simpulan atas suatu kejadian atau pengalaman. Selanjutnya setelah 
simpulan ini dipandang sebagai hal yang benar dan kita 
terima "kebenarannya" kita lupa bahwa ini hanyalah suatu simpulan. 
Bisa jadi simpulan kita ternyata salah.

Kita mengkonstruk aturan internal mengenai relasi, makna, dan 
batasan sebagai hasil dari kebiasaan inteprestasi/ pemaknaan 
pengalaman kita dengan tujuan untuk memudahkan proses pembuatan 
keputusan. Generalisasi, untuk mudahnya, dapat kita samakan dengan 
simpulan.

Kita memahami dunia di sekitar kita yang kompleks dengan menciptakan 
aturan-aturan sederhana untuk pengalaman masa lalu. Aturan ini 
kadang kita gunakan untuk menterjemahkan (baca: mengerti) pengalaman 
baru. Aturan ini sangat membantu dan memudahkan kita untuk menjalani 
hidup. Bila kita selalu harus mencari makna dari setiap pengalaman 
hidup, melalui proses berpikir logis, maka hal ini akan sangat 
membebani pikiran kita. Belief merupakan jalan pintas untuk membuat 
keputusan dan sebagai generalisasi untuk membantu kita bereaksi 
dengan cepat tanpa harus lama-lama berpikir.

Limiting belief atau kepercayaan yang bersifat menghambat meliputi 
banyak hal, antara lain:
• Kepribadian (mis: rasa percaya diri, sifat humoris)
• Citra diri (mis: ukuran, berat tubuh, warna kulit, bentuk tubuh)
• Kecerdasan (mis: IQ,EQ,CQ,FQ, SQ)
• Orang lain (mis:kawan, musuh, bos, orangtua, anak)
• Kelompok orang (mis: yang berjanggut, para direktur atau komisaris 
perusahaan, para orangtua)
• Institusi (mis: kepolisian, sekolah, Kantor Pelayanan Pajak)
• Peluang (mis: berat tubuh saya menghalangi saya, seandainya saya 
lebih berani, orang lain bernasib lebih baik dari saya)
• Performa (mis: orang lain bisa sukses tapi saya tidak)

Bagaimana belief terbentuk?

Belief terbentuk melalui suatu proses yang rumit. Kita perlu 
memahami proses pembentukkan belief agar mudah melakukan modifikasi 
atau perubahan pada belief. Langkah awal untuk mengubah belief 
adalah dengan percaya bahwa belief bisa diubah atau dimodifikasi 
sesuai kebutuhan kita. Lha, kalau anda nggak percaya bahwa 
beliefbisa diotak-atik maka belief ini akan menghambat upaya untuk 
mengubah belief anda.

Proses pembentukan belief diawali saat kita mengalami suatu 
kejadian. Setelah mengalami suatu kejadian apa yang kita lakukan? 
Pikiran akan memberikan makna pada pengalaman ini. Ingat! Setiap 
kejadian pada dasarnya bersifat netral. Tidak punya makna. 
Pikiranlah yang memberikan makna. Makna yang diberikan bisa positif, 
negatif, atau netral. Dan makna ini selalu benar menurut kita. 

Selanjutnya makna akan mengakibatkan munculnya emosi yang sejalan 
dengan makna itu. Bila pikiran kita memberikan makna positif 
terhadap suatu pengalaman atau kejadian yang kita alami maka yang 
muncul adalah emosi positif. Bila maknanya negatif maka emosinya 
juga negatif. Setelah itu emosi akan mempengaruhi proses 
selanjutnya. 

Apakah setelah muncul emosi kita akan langsung mengadopsi suatu 
belief? Oh, tidak. Prosesnya nggak sesederhana ini. Setelah emosi 
muncul, pikiran akan mencoba menguji kebenaran makna. Pikiran kita 
akan mencari data-data pendukung terhadap makna yang telah 
diputuskannya. Pikiran, dalam proses mencari data pendukung, 
menggunakan navigasi yang dipengaruhi oleh jenis dan tingkat 
intensitas emosi.

Saat pikiran berhasil menemukan data pendukung maka makna diterima 
sebagai sesuatu yang benar atau valid. Sampai di sini pikiran masih 
juga belum mengadopsi belief atas makna suatu kejadian. Tahap 
selanjutnya adalah pikiran, setelah menerima dan 
menyatakan "kebenaran" suatu makna, mulai menyesuaikan diri dan 
mengeras menjadi suatu bentuk respon yang bersifat repetitif 
(kebiasan berpikir). Nah, setelah ini barulah tercipta pola belief 
yang mendukung mode berpikir.

Apakah proses ini hanya sampai di sini? Tidak. Masih ada dua tahap 
lanjutan. Apa yang terjadi setelah pikiran mengadopsi belief? Belief 
akan mempengaruhi pola pikir dan perilaku. Yang dimaksud dengan 
perilaku adalah respon yang secara otomotasi akan muncul di masa 
depan terhadap pengalaman yang serupa dengan pengalaman sebelumnya.

Apa yang terjadi bila kita bertindak atau berperilaku dengan suatu 
pola tertentu? Benar sekali, perilaku kita menentukan pencapaian 
prestasi hidup alias nasib kita. 

Lalu, bagaimana caranya untuk mengubah belief? Belief 
mempunyai "logika"nya sendiri. "Logika" belief belum tentu sejalan 
dengan logika pikiran sadar anda. "Logika" belief belum tentu 
sejalan dengan realitas. Kita harus memahami benar prinsip ini untuk 
bisa mengubah belief kita.

Ada satu kisah menarik yang diceritakan oleh Abraham Maslow. Seorang 
psikiater menangani kliennya yang percaya bahwa ia (si klien) adalah 
mayat. Si psikiater ini berusaha keras untuk menjelaskan, dengan 
menggunakan logika orang waras, bahwa hal ini tidak masuk akal. 
Semua cara telah dilakukan untuk meyakinkan si klien bahwa ia bukan 
mayat. Namun si klien tetap bersikeras percaya bahwa ia adalah mayat.

Dalam keputusasaannya tiba-tiba terbersit satu ide dalam pikiran si 
psikiater. Ia lalu bertanya pada kliennya, "Mayat mengeluarkan 
darah, nggak?". "Sudah tentu tidak. Mana ada mayat yang mengeluarkan 
darah", jawab si klien mantap.

Si psikiater lalu meminta ijin untuk menusuk ujung jari kliennya 
dengan jarum. Apa yang terjadi? Sudah tentu ujung jari si klien 
mengeluarkan darah.

Si klien, saat melihat jarinya mengeluarkan darah, begitu kaget dan 
terperangah, "Ini nggak masuk akal. Nggak ada mayat yang 
mengeluarkan darah". Si klien sembuh.

Mengapa ia sembuh? Karena apa yang dilakukan psikiater ini telah 
membuktikan bahwa "logika" belief si klien ternyata salah. 
Begitu "logika" belief terbukti salah maka belief tidak lagi 
mempunyai pendukung. Dengan demikian belief akan rontok dengan 
sendirinya.[ awg]

Sumber: The Nature of Beliefs oleh Adi W. Gunawan, lebih dikenal sebagai Re-Educator and Mind Navigator, adalah pembicara publik dan trainer yang telah berbicara di berbagai kota besar di dalam dan luar negeri. 
__._,_.___





Jika menurut sobat artikel ini bermanfaat, silahkan vote ke Lintas Berita agar artikel ini bisa di baca oleh orang lain.


Share |


Artikel Terkait:

Comments :

0 komentar to “The Nature of Beliefs”


Posting Komentar