kita sudah berada dalam keadaan tidak dipercaya. Pada saat itulah
kita betul-betul merasa bahwa kepercayaan itu tidak mudah didapat.
Saya ingat cerita seorang teman yang terjebak dalam situasi di mana
dia membuat kesalahan, diragukan ketulusannya, dan kemudian tidak
tahu dari mana ia harus mengembalikan kepercayaan koleganya. Seolah
berlaku hukum: Sekali lancung ke ujian, seumur hidup orang tak
percaya. Dari pengálaman kita tahu apa kepercayaan itu. Tetapi,
mengembangkan dan menambahnya merupakan hal yang sulit dijabarkan.
Rasa percaya akan meningkatkan komitmen, menjaga semangat, dan
kinerja tanpa perlu adanya pengawasan dan monitor ketat. Dalam
organisasi di mana rasa saling percaya kuat, maka kontribusi dan
energi menjadi hemat, karena lebih sedikitnya upaya komunikasi.
Individu yang saling percaya lebih mudah menemukan "gelombang" yang
sama. Saya ingat pengalaman melihat sengitnya debat 3 orang
anggota "board of director" sebuah perusahaan, yang diwarnai argumen
bernada kemarahan, seolah hampir terjadi peperangan. Namun, pada
akhirnya, mereka saling mengalah dan kemudian sepakat, seperti
halnya 3 orang kakak beradik. Komentar saya, "Ini hanya terjadi pada
individu-individu yang saling percaya."
Rasa percaya dalam organisasi sebenarnya tidaklah hanya dari atasan
ke bawahan. Banyak contoh di lingkungan kita yang bisa menggambarkan
tidak percayanya bawahan pada atasan. Misalnya saja, keraguan apakah
atasan "berkuping tipis", selalu berespons terhadap laporan tanpa
menyidik terlebih dahulu, atau akan bersikap "fair" atau tidak bila
seseorang memberinya kritik. Keraguan semacam inilah yang kemudian
menimbulkan sikap "yes, man", "carmuk" (cari muka) atau mengambil
jarak, yang akhirnya menyulitkan organisasi untuk bergerak, karena
komunikasi kian tidak terbuka. Dengan tidak digarapnya pengembangan
rasa percaya dalam organisasi, maka onganisasi bisa tumbuh tanpa
ikatan yang kuat kecuali ikatan yang kasat mata, seperti upah dan
fasilitas. Organisasi seperti ini juga kehilangan kesempatan untuk
melahirkan pemimpin baru, karena para individunya sulit
mengembangkan komitmen ke perusahaan.
Bisa dipercaya tidak sama dengan jujur.
Lihatlah, berapa banyak orang jujur yang ternyata tetap sulit
memenangkan rasa percaya orang lain. Kita perlu mempertahankan dan
mengembangkan beberapa kebiasaan, di samping jujur untuk membangun
rasa percaya.
• Mendengar: Hanya dengan mendengar kita bisa bertukar nilai,
minat, tujuan, dan bisa menyamakannya. Kesamaan inilah yang akan
menumbuhkan rasa percaya. Dari mendengar kita juga bisa merasakan
apa yang dibutuhkan orang lain dan tahu cara memenuhinya. Kita pun
bisa mencari kesamaan pandangan, visi dan sasaran sehingga akhirnya
menumbuhkan rasa percaya satu sama lain.
• Bisa Diakses dan Predictable: Konsistensi reaksi kita dari waktu
ke waktu, dan antara apa yang kita katakan dan lakukan, membuat
orang bisa memegang" apa yang kita katakan. "Sharing' informasi dan
kebersamaan dalam kegiatan informal menyebabkan individu lain merasa
bahwa kita seorang yang terbuka, "bisa dibaca' dan bisa didalami.
• Sadari Posisi "Power": Di dalam kancah `politik, baik dalam
perusahaan maupun dunia politik partai, setiap orang datang dengan
berbagai motivasi, agenda, dan perbedaan akses ke pengambil
keputusan. Rasa tidak percaya sering tumbuh bila menyaksikan adanya
individu yang terlihat mempunyai akses ke pusat kekuasaan sementara
orang lain tidak, misalnya saja dalam cara
berkomunikasi. "Kedekatan" seperti ini sering menimbulkan rasa
curiga , rasa iri, dan sering tidak disertai dengan upaya mencari
lebih jauh tentang modus komunikasi apa yang cocok dengan pusat
kekuatan tersebut. Seorang teman terheran-heran melihat betapa
hubungan kepercayaan jadi membaik setelah komunikasi via SMS-nya
dengan CEO lebih sering. Ternyata cara simpel dan murah ini malah
mempan untuk mendekati sang pusat kekuatan.
- Sadari Cara Berdebat: Kita banyak menyaksikan bagaimana beberapa
oknum membela diri atas kebenaran dengan cara yang defensif atau
bahkan agresif, terkadang sengaja di depan umum, bahkan di media. Di
sini bisa kita yakini bahwa sejujur dan sebenar apa pun seseorang,
bila ia tidak mengemukakan pendapat, dan membuktikan kebenaran
dengan cara penuh respek, ia malah tidak akan mendapat rasa percaya
itu. Kepercayaan adalah masalah emosi, dan tidak selalu bisa
disamakan dengan kredibilitas, yang sifatnya hanya rasional.
- Tidak Selalu Harus Banyak Bicara: Banyak bicara sering menyulitkan
orang untuk mencerna dan mendalami motif pribadi kita. Ada pilihan
cara lain untuk meyakinkan orang yang justeru berbicara lebih lebih
keras daripada kata-kata. Pembuktian lapangan biasanya juga bisa
lebih mempan daripada presentasi formal.
Membangun rasa percaya dalam suatu lingkungan sosial membutuhkan
kesabaran, kehati-hatian, dan taktik. Kita tidak bisa menggenjot
orang lain agar percaya pada kita. Kitapun tidak bisa melakukan
kampanye "trust" besar-besaran. Rasa itu akan datang dengan
sendirinya, seolah tanpa kekuatan kontrol kita.
"To be trusted is a greater compliment than to be loved"
(George MacDonald)
Sumber: "Trust" oleh Eileen Rachman, EXPERD
Jika menurut sobat artikel ini bermanfaat, silahkan vote ke Lintas Berita agar artikel ini bisa di baca oleh orang lain.
Comments :
0 komentar to “"Trust"”
Posting Komentar