Ucok, di mata orang banyak barangkali hanyalah seorang tukang tambal
ban yang mangkal di Jalan Soekarno Hatta, Bandung. Tapi bagi saya dia
lebih dari sekadar tukang tambal ban. Apa yang dikerjakannya memiliki
nilai plus bagi hidup saya.
Dia adalah orang yang berjasa bagi saya—setidaknya pada hari itu—saat
ban mobil saya bocor. Bayangkan jika ban mobil saya tidak segera
ditambal, bisa jadi hal-hal buruk akan menimpah saya, seperti
kecelakaan lalu lintas. Pekerjaan dia juga memuluskan agenda
pekerjaan saya hari itu. Ucok juga membuat saya bisa segera berkumpul
kembali dengan istri dan anak saya di rumah.
Orang seringkali merasa minder dengan pekerjaannya. Barangkali dia
berkata, "Ah, aku ini hanya karyawan biasa. Aku hanya seorang satpam.
Aku hanya seorang pembersih toilet. Aku hanya tukang kebun. Aku hanya
seorang pembantu rumah tangga. Aku hanya seorang guru, dan
sebagainya." Benarkah demikian?
Baru-baru ini ketika saya memberikan pelatihan kepemimpinan kepada
para guru dan kepala sekolah di Bandung, saya mengatakan kepada
mereka, "Jika Anda menjadi seorang pemimpin dan guru yang baik maka
Anda bisa berkata,'Hari ini aku melihat seorang bertumbuh menjadi
orang yang lebih baik dan aku tahu aku telah membantunya.'"
Pernyataan sederhana itu terbukti kebenarannya ketika saya diminta
untuk menjadi dosen tamu di kampus saya: Jurusan Teknik Kimia
Universitas Katolik Parahyangan Bandung, tahun silam. Saya bertemu
dengan dosen sekaligus mantan ketua jurusan saat saya masih kuliah.
Dengan senyuman yang ramah dia menyapa saya dan berkata, "Paulus,
saya selalu ikut merasa bangga setiap kali saya melihatmu di media
massa." Oh Tuhan, betapa terharunya hati saya. Rupanya, belum lama
berselang, dia membaca harian Kompas yang memuat foto saat saya
membawakan seminar dan meluncuran buku di angkasa. Event tersebut
adalah yang pertama di dunia dan sempat dicatat dalam rekor MURI
(Museum Rekor Indonesia).
Sedikit-banyak saya masih ingat betapa kasih, perhatian dan
pengajaran yang diberikannya semasa saya kuliah ikut membentuk diri
saya. Saya sering berpikir, hanya orang sombong dan lupa ingatan
sajalah yang berani mengklaim kalau apa yang dicapainya semata-mata
karena usahanya sendiri.
Makna Pekerjaan
Bertolak dari cerita sederhana di atas, saya ingin mengajak kita
semua untuk melihat lebih jauh manfaat dari pekerjaan kita bagi
sesama. Siapa saja orang yang kualitas hidupnya menjadi lebih baik
karena apa yang Anda lakukan? Apakah pekerjaan Anda sungguh
memberikan nilai plus (bukan nilai minus) bagi pekerjaan dan hidup
orang lain? Apa makna pekerjaan bagi Anda? Jawaban Anda atas
pertanyaan-pertanyaan sederhana tersebut tampaknya akan menentukan
seberapa berarti pekerjaan Anda saat ini di mata Anda. Sejauh
pengamatan saya, cara pandang kita terhadap pekerjaan kita akan
sangat menentukan prestasi kerja kita. Tanpa bermaksud untuk
menggurui atau menyatakan diri sebagai pakar, perkenankanlah saya
untuk menawarkan beberapa rumusan mengenai makna pekerjaan.
Pertama, pekerjaan sebagai sarana untuk mencari nafkah. Tampaknya
inilah makna pekerjaan yang paling dasar dan ada dalam diri setiap
pencari kerja. Minimal, didorong oleh keinginan agar tidak menjadi
beban bagi orang lain, seseorang akan berusaha menemukan pekerjaan
yang bisa mencukupi kebutuhan hidupnya.
Cara pandang seperti ini tidaklah salah. Namun jika seseorang hanya
memandang pekerjaan sebagai sarana untuk mencari nafkah maka ia akan
cepat merasa bosan dan melihat pekerjaannya sebagai sebuah beban.
Sangat sulit baginya menemukan kesenangan dalam bekerja. Bagaimana
mengatasi hal ini? Cobalah memandang pekerjaan dari sisi lainnya.
Kedua, pekerjaan sebagai sarana untuk mengekspresikan potensi diri.
Seorang pemuda yang sejak kecil hobi bermain komputer pernah ditanya
mengapa ia memilih pekerjaan di bidang information technology (IT)?
Sambil tersenyum, ia menjawab, "Saya menyukai pekerjaan ini dan
melalui pekerjaan ini saya menemukan siapa diri saja!" Wow, sebuah
jawaban yang luar biasa!
Ketiga, pekerjaan sebagai sarana untuk mengembangkan potensi diri.
Seorang mahasiswa sejak kuliah sangat aktif menulis untuk media
kampus. Suatu ketika, saat musim liburan semester, ia mendapat
kesempatan untuk magang di sebuah majalah berita mingguan terkemuka
di negeri ini. Kesempatan magang tersebut tidak disia-siakan. Ia
memanfaatkannya semaksimal mungkin dengan belajar dari wartawan-
wartawan senior di kantornya. Ia juga tidak segan-segan meminta
masukan atas tulisan yang dibuatnya. Terkadang memang timbul rasa
kecil hati manakala begitu banyak kritikan ia terima. Namun ia
bersikap terbuka dan belajar untuk terus memperbaiki diri.
Seusai masa magang ia kemudian memperoleh pekerjaan di majalah yang
sama. Tekadnya untuk terus mengembangkan diri membuatnya mengambil
kursus jurnalistik tingkat lanjut dengan biaya sendiri. Ia juga
membeli puluhan buku jurnalistik, membacanya dan mendiskusikannya
dengan mereka yang dianggap ahli di bidang tersebut. Tahun berganti
tahun dan kini kualitas tulisannya telah meningkat jauh. Ia juga
telah berhasil menulis sejumlah buku yang masuk kategori best seller.
Keempat, pekerjaan sebagai sarana untuk belajar hal-hal baru. Ada
mitos yang mengatakan kalau bagian keuangan di sebuah perusahaan
selalu berbenturan dengan bagian pemasaran. Namun hal itu tampaknya
tidak berlaku bagi Linda. Meski dikenal sebagai seorang staf
keuangan, Linda dikenal juga memiliki pengetahuan yang amat baik
dalam bidang pemasaran, penjualan, dan sebagainya. Mengapa? Ia
termasuk orang yang gaul. Ia berteman dengan staf dari bagian lain di
perusahaannya dan makin menyadari kalau kesuksesan perusahaan
ditentukan oleh kontribusi semua bagian.
Kelima, pekerjaan sebagai sarana untuk memperluas jaringan. Linda
dalam contoh sebelumnya adalah tipe karyawan yang unggul dalam
membina hubungan baik. Ia juga berhubungan dengan staf keuangan dari
perusahaan lainnya yang berada di gedung yang sama. Ia juga aktif
dalam asosiasi sesuai dengan profesinya dan mengikuti sejumlah
mailing list yang berhungan dengan pekerjaannya. Tidak heran jika
Linda termasuk orang yang sangat mudah untuk mendapatkan berbagai
informasi penting.
Keenam, pekerjaan sebagai sarana untuk melayani orang lain. Alan Loy
McGinnis benar ketika mengatakan tidak ada pekerjaan yang lebih mulia
di dunia ini ketimbang membantu orang lain –membantu seseorang meraih
kesuksesan (there is no more noble occupation in the world than to
assist another human being –to help someone succeed). Betapa
berartinya hidup ini jika kita menyadari apa yang kita lakukan
membawa manfaat bagi sesama, minimal bagi rekan kerja kita,
perusahaan kita dan bagi customer yang menggunakan produk atau jasa
kita. Betapa bahagianya kita jika kita sungguh mengetahui produk atau
jasa kita dapat membantu meningkatkan kualitas hidup orang lain atau
membantu mereka memecahkan masalah mereka. Sayangnya, masih banyak
orang yang cenderung mengutamakan profit atau upah di atas segalanya.
Padahal jika kita mau memberikan yang terbaik, semuanya itu akan
datang dengan sendirinya. Apa yang kita tabur akan kita tuai!
Ketujuh, pekerjaan sebagai sarana untuk mempersiapkan diri menjadi
wirausaha (entrepreneur). Ketika memberikan pelatihan kepada 110
karyawan terbaik sebuah bank terkemuka di negeri ini, beberapa di
antara mereka menyatakan kekecewaannya karena sudah lama bekerja
namun tidak juga naik jabatan. "Saya sudah bekerja lebih dari 15
tahun. Teman-teman seangkatan saya sudah pada jadi kepala cabang,
tinggal saya," begitu kata mereka. Saya bisa merasakan apa yang
mereka rasakan namun saya juga mengingatkan mereka untuk tidak kecil
hati. Saya ingat nasihat seorang pengusaha sukses mengenai kapan
waktu yang paling tepat bagi seorang karyawan untuk terjun
berwirausaha. "Salah satunya adalah ketika Anda bisa mengurus diri
Anda sendiri tanpa disuruh-suruh orang lain. Sebab sebagai pengusaha,
Anda harus mampu mengatur diri Anda sendiri dengan baik karena
Andalah pemimpinnya," katanya. Sebuah nasihat yang sangat berharga!
Kedelapan, pekerjaan sebagai sarana ibadah. "Saya ingin agar nama
Tuhan dipermuliakan melalui hidup dan karya saya. Hasrat terbesar
saya adalah agar pada suatu hari saya bisa mendengar-Nya
berkata, 'Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan
setia, engkau telah setia memikul tanggung jawab dalam perkara yang
kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang
besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.' Itulah saat
yang sangat saya rindukan," ujar seorang sahabat. Bagaimana menurut
Anda? ***
Sumber: Lebih Dari Sekadar Bekerja oleh Paulus Winarto. Paulus
Winarto adalah pemegang 2 Rekor Indonesia dari Museum Rekor Indonesia
(MURI) yakni sebagai pembicara seminar yang pertama kali berbicara
dalam seminar di angkasa dan penulis buku yang pertama kali bukunya
diluncurkan di angkasa.
Jika menurut sobat artikel ini bermanfaat, silahkan vote ke Lintas Berita agar artikel ini bisa di baca oleh orang lain.
Comments :
0 komentar to “Lebih Dari Sekadar Bekerja”
Posting Komentar